Profil Desa

1. Gambaran Umum

        Desa Danaraja merupakan salah satu desa dalam wilayah Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara. Secara administratif, wilayah Desa Danaraja memiliki batas sebagai berikut :

  • Sebelah Utara        : Desa Adipasir Kecamatan Rakit
  • Sebelah Selatan    : Desa Merden Mertasari Kecamatan Purwanegara
  • Sebelah Timur       : Desa Purwonegoro Kecamatan Bawang
  • Sebelah Barat        : Desa Mandiraja Wetan Kecamatan Mandiraja

        Luas wilayah Desa Danaraja adalah 281,20 Hektar yang terdiri dari ... Hektar berupa pemukiman, ... Hektar berupa daratan yang digunakan untuk lahan pertanian. Sebagaimana wiayah tropis, Desa Danaraja mengalami dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan setiap tahunnya.


2. Visi Misi

       Visi

"Mewujudkan masyarakat Desa Danaraja berkeadilan sosial dan menciptakan kehidupan yang aman, tentram, rapi serta tertata".

       Misi

1. Menyelenggarakan Program-program dengan menyelaraskan program dari Pemerintah Kabupaten untuk memajukan masyarakat desa Danaraja;

2. Menumbuhkan rasa saling menghormati, menghargai, dan toleransi antar umat beragama;

3. Menampung aspirasi masyarakat melalui musyawarah baik tingkat dusun maupun tingkat desa;

4. Memaksimalkan kegiatan masyarakat desa dengan kegiatan yang positip dan produktip;

5. Pemerataan pembangunan inftrastruktur dengan melibatkan masyarakat dengan nilai-nilai pemberdayaan;

6. Mengadakan kegiatan perekonomian berbasis Koperasi dengan melibatkan seluruh warga desa;

7. Mewujudkan pemerintahan desa yang adil, bersih, berwibawa dan mengedepankan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi dengan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dengan Profesionalisme dan mengaktifkan seluruh perangkat Desa;

8. Mewujudkan sarana dan prasarana desa yang memadai dengan skala prioritas Desa siaga guna pelayanan kesehatan untuk mengurangi beban pengeluaran warga;

9. Mewujudkan perkembangan kepemudaan, olahraga dan seni budaya dalam segala bidang.

10. Memaksimalkan media informasi dan pelayanan kepada masyarakat serta transparansi pengelolaan Keuangan Desa yang akuntabel.


3. Sejarah

        Pada zaman penjajahan Belanda, terdapat dua pedukuhan yang berdampingan timur dan barat. Sebelah timur bernama Dukuh Danaraja dan sebelah barat bernama Dukuh Pulasari. Di seberang selatan Dukuh Danaraja dan Pulasari terdapat pedukuhan Keputihan. Ketiga pedukuhan tersebut berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda.

Pada tahun 1916, pemerintah Hindia Belanda menganjurkan ketiga pedukuhan tersebut untuk membentuk satu desa. Oleh karena itu, diadakanlah pemilihan lurah. Setiap pedukuhan diberi kebebasan untuk mencalokan kader terbaiknya pada kontestasi pemilihan lurah tersebut. Model pemilihan lurah kala itu dikenal dengan nama “tawonan”. Setelah melalui proses yang berliku, maka terpilihlah lurah yang berasal dari Dukuh Danaraja yang wilayahnya terletak di sebelah selatan sungai serayu dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Purwanegara. Dengan demikian, desa yang terbentuk atas gabungan tiga pedukuhan tersebut bernama Desa Danaraja. Sedangkan yang menjadi lurah pertama kali adalah Bapak Madripani.

Ketika Bapak Madripani menjadi lurah Desa Danaraja, roda pemerintahannya dijalankan dari rumah pribadinya. Dengan kata lain, rumah tersebut menjadi tempat tinggal sekaligus sebagai kantor desa yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan desa kala itu. Adapun rumah tersebut terletak di Dukuh Keputihan. Tepatnya sebelah selatan Dukuh Pulasari. Berbatasan dengan Jalan Purwokerta-Banjarnegara. Menghadap ke barat tepat di sebelah timur jalan Danaraja-Mertasari.

Selanjutnya, untuk memperlancar roda pemerintahan, Bapak Madripani selaku lurah mengangkat beberapa perangkat desa atau pamong untuk membantu melaksanakan tugas pemerintahan desa. Pamong desa yang dibentuk terdiri dari 1 orang bau (kadus), 2 orang penulis desa (carik) dan 1 orang Kayim. Saat itu, baik lurah maupun pamomg desa tidak mendapatkan gaji dari pemerintah. Kendati demikian, mereka mendapatkan upah atau bayaran dari tanah bengkok yang berupa tanah sawah. Desa Danaraja sendiri terletak di hamparan tanah seluas kurang lebih 100 Ha.

Di sebelah barat Desa Danaraja, terdapat desa yang lebih besar dengan areal tanah yang lebih luas yaitu kurang lebih 180 Ha. Desa tersebut bernama Desa Kalimendong. Pada waktu itu, Desa Kalimendong dipimpin oleh seorang lurah yang bernama Bapak Mangku.

Pada tahun 1919 pemerintah Hindia Belanda  memerintahkan agar desa yang luas wilayahnya kecil supaya digabung. Maka pada tahun tersebut, Desa Danaraja dan Desa Kalimendong digabung menjadi satu desa dengan cara pilihan lurah. Seperti sistem yang berlaku pada pemilihan sebelumnya, maka pemilihan lurah kali ini juga menggunakan sistem atau model “tawonan”.

Perlu diketahui bahwa Desa Danaraja pada waktu itu penduduknya relative sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Desa Kalimendong. Mayoritas penduduk Desa Danaraja tingkat pendidikannya rendah. Cara berpikirnya pendek dan sulit untuk maju. Maka tidak heran bila saat itu penduduk Desa Danaraja banyak yang yang menjadi garong ataupun pencuri. Di sisi lain, penduduk Desa Kalimendong dikenal dengan orang terpelajar, religious, serta pola berpikirnya relatif lebih maju, Oleh karena itu, warga Desa Kalimendong banyak yang menjadi pejabat, pegawai, guru dan lain sebagainya.

Usai dilakukan pemilihan lurah, banyak orang yang terheran-heran. Pasalnya, Desa Danaraja yang jumlah penduduknya sedikit, justru menjadi pemenang. Sedangkan Desa Kalimendong yang jumlah penduduknya lebih banyak justru kalah. Hal ini tentu mengundang sejumlah pertanyaan dan spekulasi banyak pihak. Namun setelah ditelusuri, diketahui bahwa ada indikasi orang Kalimendong takut diintimidasi atau dicuri harta bendanya oleh orang Danaraja. Dengan demikian, maka yang menjadi lurah adalah Bapak Madripani. Sejak saat itu, Desa Danaraja dan Desa Kalimendong menjadi satu Desa yaitu Desa Danaraja.

Untuk menata wilayah dan memudahkan administrasi pemerintah desa, maka Desa Danaraja hasil gabungan tersebut kemudian membagi wilayahnya menjadi 4 (empat) kebaon yaitu: Dukuh Pulasari menjadi kebaon 1 (satu), Dukuh Danaraja menjadi kebaon 2 (dua), Dukuh Kalimendog Wetan menjadi kebaon 3 (tiga), Dan Dukuh Kalimendong Kulon menjadi kebaon 4 (empat).

Luas wilayah Desa Danaraja secara keseluruhan menjadi 280.0,9 Ha. Yang terdiri dari: luas pekarangan 89.01 Ha., luas sawah 180.09 Ha., luas tanah gege 0.24 Ha. Jumlah penduduk keseluruhan saat itu sekitar 1.300 jiwa. Struktur pemerintahan Desa Danaraja juga turut berubah menyesuaiakan dengan kebutuhan. Struktur pemerintahan kali ini terdiri dari 1 orang lurah, 1 orang sekretaris desa (carik), 4 orang bau, 2 orang kebayan, 6 orang polisi desa dan 2 orang kayim. Semuanya berjumlah 16 orang.

Perjalanan pemerintahan Desa Danaraja secara berturut-turut sejak dipimpin oleh Bapak Madripani adalah sebagai berikut:

Bapak Madripani memimpin selama 2 tahun. Ia meninggal dunia pada tahun 1921. Usai Bapak Madripani wafat, selanjutnya diadakan pemilihan lurah lagi. Untuk periode kedua yang menjadi lurah adalah Bapak Mangku dari Kalimendong. Ia memimpin selama 16 tahun. Setelah itu diganti oleh Bapak Karta Tempel yang juga berasal dari Kalimendong. Ia memimpin selama 10 tahun. Setelah ia meninggal dunia, kepemimpinan Desa Danaraja selanjutnya dipegang oleh Bapak Huda Menggala salama 20 tahun. Ia juga berasal dari Kalimendong. Setelah itu diganti lagi oleh Bapak Sapardi selama 4 tahun. Juga masih berasal dari Kalimendong.

Dimasa kepemimpinan Bapak Huda Menggala  dibangunlah balai desa sebagai tempat kegiatan pemerintahan Desa Danaraja tepatnya pada tahun 1951. Oleh karena itu, di salah satu tiang bagian atas tertulis kalimat berbunyi “BEKKTI TOTO TRUS MANUNGGAL”.

Selanjutnya, setelah Bapak Sapardi meninggal dunia tahun 1971, maka diadakanlah pemilihan lurah untuk periode selanjutnya. Sedangkan yang terpilih adalah Bapak Rochmat Suprihadi. Beliau memimpin sejak tahun 1971 hingga tahun 2000. Beliau menjadi lurah bahkan pada usia sangat muda yaitu 25 tahun dan masih berstatus bujangan alias belum menikah. Beliau berhenti salah satunya karena aturan UU No. 5 tahun 1979 yang antara lain mengatur bahwa lurah berubah menjadi kepala desa. Sejak saat itu, lurah resmi menjadi kepala desa. Kecuali untuk wilayah perkotaan, kelurahan masih tetap dipertahankan.

Pada masa pemerintahan Bapak Rochmat Suprihadi, struktur pemerintahan mengalami perubahan. Adapun struktur pemerintahan tersebut adalah sebagai berikut:  Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan (Kaur), Kepala Dusun dan Kayim

Periode berikutnya yaitu tahun 2000, Desa Danaraja dipimpin oleh Bapak Subagyo selama 8 tahun. Dilanjutkan Bapak Sutarko selam 12 tahun. Sedangkan pada tahun 2019 hingga sekarang, Desa Danaraja diemban oleh Bapak Titon Sunandar.